Minggu, 01 Desember 2013

Resensi - 12 Menit


Judul : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Terbit : Mei 2013
Halaman : 348 hlm
ISBN : 978-602-7816-33-6

SINOPSIS 

Elaine, sang pemain biola, yakin bahwa musik adalah segala-galanya. Namun ayahnya menentang, menganggapnya sia-sia.

Tara, berusaha menguasai nada-nada snare drum meski memiliki keterbatasan pendengaran. 
Tetapi luka masa lalunya terus menghantui.

Lahang, di tengah deritanya, berusaha memenuhi janji pada sang ayah. 
Namun dilema membuatnya ragu melangkah.

Rene bermimpi membawa mereka, tim marching band yang dilatihnya, menjadi juara.
Meskipun mereka hanya datang dari sebuah kota di pelosok negeri. 
Meskipun orang lain menganggap itu mustahil.

Mereka berlatih ribuan jam hanya demi 12 menit penentuan. Mereka bertekad membuktikan pada dunia. Bahwa mimpi harus kau percayai agar terwujud. Dreaming is believing. Dan bersama-sama mereka akan menyerukan, Vincero!

*****

Terkadang kita sebagai manusia perlu sejenak berpikir bahwa memang hidup itu adalah sebuah perjuangan. Perjuangan akan mimpi dan tujuan. Namun, beberapa manusia banyak yang lupa dengan hal itu. Sebagian dari mereka terkadang berhenti di tengah jalan. Sebagian berhenti bahkan sesaat kemenangan sebenarnya ada di depan mata. Dan, sebagian berhenti memperjuangkan hidup dan mimpi bahkan sebelum memulainya. Miris, namun itulah kenyataan. Tetapi, pernahkah kita berpikir untuk apa kita memperjuangkan hidup dan mimpi? Untuk siapa? Apakah kita punya alasan untuk memperjuangkan itu semua?

"Dalam dua belas minggu ke depan, kita akan habiskan ratusan jam, siang, dan malam, demi dua belas menit. Dua belas menit di Istora nanti." ..."Dua belas menit ini yang akan menentukan apakah kita akan juara. Dua belas menit ini yang menentukan apa yang akan kita kenang seumur hidup." (hlm. 83)

12 Menit menceritakan tentang perjuangan keras Marching Band Bontang Pupuk Kaltim demi meraih kemenangan dalam ajang Nasional Grand Prix Marching Band (GPMB). Sebuah perjuangan yang sangat besar dimana seluruh latihan selama ratusan bahkan ribuan jam dipertaruhkan hanya dua belas menit penampilan. Tak disangka, banyak pengorbanan, tetes keringat, peluh, resah, masalah, bahkan air mata demi dua belas menit yang akan mengubah segalanya. Oka Aurora menggambarkan secara memukau namun sederhana bagaimana kerja keras itu berusaha menggapai impiannya.

Rene, seorang mantan pemain Marching Band Phantom Regiment yang memiliki kemampuan dan pengalaman skala internasional. Bukan hanya sebutan, kemampuannya nyata dan diakui setelah kepulangannya dari Amerika, ia langsung membawa sebuah marching band di Jakarta menjadi juara GPMB selama tiga tahun berturut-turut. Kemampuan luar biasa ini membuat sebuah perusahaan besar meminta dirinya untuk melatih Marching Band Bontang Pupuk Kaltim.

Bagi diri Rene, melatih sebuah marching band sudah menjadi layaknya rutinitas biasa baginya. Namun, saat ia bertemu dengan anak-anak Bontang, ia terhenyak. Ia berpikir bahwa masalah terbesar mengajari anak-anak Bontang bukan terletak pada kemampuan teknik bermain musik, tapi terletak pada kepercayaan diri, mental mereka. Rene sempat ragu pada dirinya. Rene merasa anak-anak ini punya potensi yang sama dengan anak-anak Jakarta, bahkan mungkin lebih. Namun, anak-anak Bontang tidak sadar akan hal itu. Anak-anak itu selalu merasa tidak percaya diri, merasa "kecil" karena berasal dari kota kecil.

Masalah yang dihadapi Rene, tidak sampai disitu. Selain memperbaiki teknik bermain marching band dan memberikan motivasi bahwa siapa saja bisa jadi juara, ia dihadapkan juga pada berbagai masalah. Mulai dari kehilangan anggota tim inti sampai masalah pribadi anggotanya yang membuatnya mau tak mau ikut terlibat di dalamnya. Hal ini dilakukannya semata-mata demi membawa mereka menjadi juara.

Tara, remaja berkerudung yang sangat menyukai musik terutama bermain drum. Sejak kecil ia banyak memperoleh prestasi dari kesukaannya itu. Tetapi, semua berubah sejak kecelakaan yang menewaskan ayahnya. Ia trauma. Tara merasa bahwa ia yang menyebabkan kecelakaan tersebut. Akibat kecelakaan itu kemampuan mendengarnya berkurang, tinggal sekitar sepuluh persen saja. Akibat kecelakaan itu pula ia kehilangan kepercayaan diri, kehilangan kemampuan bermain drumnya. Kepergian ibunya ke luar negeri untuk kuliah juga memperberat bebannya. Satu-satunya yang diharap sebagai tempat bergantung dari mimpi buruknya hilang. Opa dan oma-nya lah yang senantiasa setia menghibur Tara. Ketika bersekolah kembali, ia mengenal Marching Band Bontang Pupuk Kaltim. Semangatnya kembali, tetapi kenangan masa lalunya masih menghantui. Didikan keras dari Rene, sempat membuat Tara goyah. Ia hampir menyerah.

Elaine, remaja berdarah Indonesia-Jepang ini terlahir dengan kejaiban. Cantik, pintar, berprestasi, dan berkemampuan musik yang tinggi. Elaine sangat mencintai musik dan itu adalah segala-galanya bagi dirinya. Namun, ayahnya tak mendukung bakatnya. Ayahnya, Josuke, menginginkan Elaine menjadi ilmuwan. Josuke berpikir bahwa musik hanyalah hura-hura. Dilema terjadi saat Elaine terpilih menjadi field commander. Josuke melarang keras Elaine ikut marching band lagi, terlebih saat Elaine membatalkan mengikuti Olimpiade Fisika demi GPMB.

Lahang, anak seorang pemuka suku Dayak yang hidup serba kekurangan. Meski hidup dengan serba kekurangan, tak pernah mengurangi semangatnya dalam latihan marching band. Hal itu terlihat dari gigihnya menempuh perjalanan yang jauh dan penuh bahaya, masuk hutan, demi mengikuti latihan tiga kali seminggu di stadion. Karena ia memiliki tujuan melihat Monas sebagai pencapaian mimpinya dan juga sekaligus mimpi almarhum ibunya. Tetapi, Lahang ragu ketika ayahnya jatuh sakit. Ia dilema. Di satu sisi ia tak ingin meninggalkan ayahnya yang sakit, ia tak ingin melepas kepergian ayahnya tanpa ada di sisi beliau. Di lain sisi ia juga bimbang terhadap janjinya pada ayahnya untuk terus hidup dan menggapai mimpinya.

12 Menit merupakan cerita yang luar biasa. Novel ini patut diberikan acungan jempol. Plot cerita dibangun dengan kuat dan rapi. Alur cerita adalah alur maju mundur, tetapi berhasil disajikan oleh penulis sehingga terkesan mengalir. Hal ini membuat pembaca merasa penasaran untuk terus membaca dari satu halaman ke halaman selanjutnya. Pemakaian diksi yang tepat dan sederhana benar-benar mengimbangi tata bahasa dalam novel yang banyak menyinggung istilah-istilah marching band ini.

Dari segi cover, novel ini cukup menarik. Paduan warna biru yang dominan, gambar sebuah lemari kayu dan tulisan "12 MENIT" cukup membuat para penikmat novel pastinya bertanya-tanya tentang kisah yang ada di dalamnya. Jika saya tidak membaca endorsement dan sinopsisnya mungkin saya tidak tahu jika novel ini termasuk kategori novel inspirasi. Huruf yang dipakai dalam novel ini juga baik, sangat jelas, tidak memberi kesan jenuh walaupun novel ini sebenarnya cukup tebal untuk dibaca.

Novel ini mengambil latar Bontang, Kalimantan Timur. Di dalamnya juga terdapat penggambaran beberapa budaya lokal setempat seperti ritual Bemeliatn yang diyakini oleh suku Dayak dapat mengusir roh jahat yang bersemayam pada orang sakit. Penggambaran detail dan tokoh yang ada dalam novel tidak terlalu mencolok. Penulis seakan menggambarkannya dengan sederhana sehingga menimbulkan kesan yang apa adanya.

Kelebihan lainnya dari novel terbitan Noura ini yaitu tidak ditemukan typo ataupun kesalahan penulisan. Kalaupun ada, itu mungkin hanya satu seperti dua kata yang berdempet. Lewat novel ini, penulis juga memperkenalkan berbagai istilah dalam marching band, seperti cadet band, brass, battery, color guards, dan lain sebagainya. Cukup sulit memang memahaminya terlebih lagi untuk sebuah novel yang terkadang pembaca tidak ingin dipusingkan dengan istilah-istilah yang terlalu tinggi. Tetapi penulis sadar hal itu. Oleh karenanya ia sengaja menempatkan glosarium dalam novel ini.

Based true story, membuat novel ini terlihat nyata dan dinilai sangat cocok untuk dijadikan pelajaran. Bersama dengan penyampaian detail karakter dari tokoh dalam cerita membuat novel ini terkesan natural. Konflik yang ditimbulkan penulis dalam novel lebih banyak mengarah pada konflik internal (diri sendiri). Hal ini menguatkan bahwa penulis ingin membuat penikmat ceritanya memahami bahwa perjuangan yang paling sulit dlam hidup manusia adalah mengalahkan diri sendiri.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah bangsa sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri." ( QS Al Ra'd [13] : 11 )

Kutipan atau kata-kata mutiara adalah jiwa dari sebuah novel inspirasi. Oka Aurora paham sekali hal ini. Hal ini terlihat dengan banyaknya kata-kata mutiara dan kutipan menarik yang bertaburan di tiap lembar halaman novel ini. Beberapa kutipan menarik itu antara lain.

"Jangan pernah berhenti membuat keajaiban." (hlm 18)
"Anak-anak dari kota kecil juga bisa melakukan sesuatu yang besar." (hlm. 62)
"Berapa pun waktu yang diberikan tak seharusnya dihabiskan dengan ketakutan. Karena ketakutan tak kan pernah menyambung hidupmu. Yang akan menyambung hidupmu, hanya keberanian." (hlm. 104)
"Think like a champion. And fight like a champion." (hlm. 309)

Emosi pada beberapa bagian novel terasa sangat nyata walaupun bahasa yang digunakan penulis sederhana. Alhasil pada beberapa moment yang terjadi, imaji saya berasa mengawang membayangkan seperti apa adegan film 12 Menit ini. Untuk sebuah novel, ini adalah karya yang megah. Bagaimana tidak, penulis cukup apik menggabungkan beberapa kisah tokoh dalam cerita bernuansa inspiratif menjadi kesatupaduan, dan itu bukanlah hal yang mudah.

Akan tetapi, di satu sisi hal itu terlihat seperti kelemahan. Karena diadaptasi dari sebuah skenario film, sepertinya penulis kurang dapat memadukan berbagai kisah tokoh di beberapa bagian novel secara menyeluruh. Akibatnya pada beberapa bagian, novel terasa seperti potongan puzzle, "kotak-kotak". Tetapi, hal ini dapat ditutupi dengan keahlian penulis memainkan konflik dan penempatan anti klimaks dalam cerita yang membuat cerita lebih menyentuh.

Sebagai sebuah novel perdana, novel ini sangat luar biasa. Sebuah novel yang berkisah tentang kerasnya perjuagan dan bagaimana konsistensi kita melewati rintangan demi mencapai mimpi, novel 12 Menit cocok jika disandingkan dengan beberapa novel inspirasi lainnnya seperti Sang Pemimpi dan Sepatu Dahlan.

Akhir kata, bagi anda yang percaya bahwa tak ada yang lebih mempesona dari perjuagan menggapai mimpi, novel 12 Menit ini sangat layak memperoleh tempat di jejeran koleksi buku pribadi anda. Oka hanya menceritakan salah satu contohnya. Dan bagi anda mantan pemain marching band, silahkan flash back kisah anda dalam novel ini. Mungkin anda menemukan "kisah anda" di dalam sana.

Perjuangan terberat dalam hidup manusua adalah perjuagan mengalahkan diri sendiri. Buku ini adalah bagi semua yang memenangkannya.

4,5 of 5 star for 12 Menit by Oka Aurora.






0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, kasi komentar, saran, atau kritik yah :)

 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger