Senin, 30 Desember 2013

Bantimurung Rindu

3 komentar
Credit

Sedari tadi gigil menyentuh kulit, nyata
roma bulu kuduk seolah menjawab, ia berkata
pada semesta yang bertanya
tentang kisah rindu yang sama

Kini, aku duduk di sebuah batu
menatap sendu air jatuh kian menderu
rinduku merintih pada kalbu
puan, bagaimana kabarmu?

Tahukah kamu tentang teduh dan sepasang kupu-kupu?
mereka merindukan kita
serupa mereka menyayangi bumi
yang dipeluk kabut pagi

Tanah-tanah basah, kerikil bebatuan, liukan dinding tebing
masih tetap sama
seperti kala perjumpaan kita
dimana mata berbicara tentang rasa

Aku tak tahu lagi harus berkeluh pada siapa
angin terlalu bosan pada
titipan rinduku yang kian tak sampai
kala kamu dan kupu-kupu menyapa ingatan

Hanya tempat bersahaja ini
yang seakan mengerti
kekalutan sebuah hati
bantimurung, awal rindu ini

Bantimurung, 2013

Read full post »

Kamis, 26 Desember 2013

Pulang, Aku Suka Padanya

0 komentar
Pernah suatu hari aku berjalan pulang. Entah kenapa hari itu aku lebih memilih berjalan dari pada mengendarai motorku. Masih teringat pula pertanyaan seorang adik perempuan yang tadi malam kubonceng di belakang. "Kenapa lewat jalan ini kak? Kan lebih dekat jalan yang tadi" tanyanya padaku. Kujawab, "Aku lebih suka berkeliling dulu sebelum pulang. Jika ada dua jalan pulang yang diberikan padaku, maka aku akan memilih jalan yang jauh". Tak puas, perempuan berjilbab coklat itu lantas bertanya kembali, "Lho kenapa kak? Gak kasihan ama bensinnya?". Aku tersenyum, meski ia tak melihatnya, "Entah mengapa aku suka, aku suka menikmati perjalanan pulang".

Aku merasa, sepertinya jawabanku tadi tidak membuatnya puas. Seakan ada nafas yang tergantung pada dirinya. "Aku suka mengamati keramaian jalan. Mobil-mobil dan motor-motor itu, para penyebrang jalan, para penumpang yang menunggu jemputan, para penjual di pinggir jalan, sampai jikala hujan aku senang walaupun hanya sekadar melihat dari jauh apabila para bocah-bocah kecil seperti disana berlarian sambil memegang payung yang tak dipakainya". Entah ia tersenyum di punggungku atau hanya sekedar menghela napas pelan seakan setuju. Aku hanya merasakan sisi tubuhnya yang hangat.

Entah sejak kapan aku menyukai kebiasaan ini. Sejenak memperlambat langkahku pulang untuk sekadar menikmati sebuah perjalanan kembali. Pernah, iya pernah, aku membeli batagor di pinggir jalan. Hanya untuk sekedar duduk dan melayangkan pandangan. Pada muka jalan, pada kendaraan yang banyak berlalu lalang, pada ruko-ruko di belakang yang tertib berjejeran, dan pada pejalan kaki di tengah canda dengan seorang kawan, aku tersesap dalam pikiran. Sedikit memaknai memakai hati, entah kapan aku lupa "melihat" dunia ini. Aku terlalu sibuk dengan hidupku ini.

Kini langkahku telah membawaku pada sebuah jalan sempit. Sebuah gang yang basah seperti disapa hujan sebentar. Ah, tak lama lagi aku sampai di rumah. Aku tersenyum, menyampaikan salam takzim, salam paling sopan. "Sepertinya kita akan segera berpisah, pulang. Kembali ke rumah masing-masing". Aku menyukainya. Semoga esok aku bisa berlama-lama dengannya.

Makassar, 2013

Read full post »

Selasa, 24 Desember 2013

Cerita di Sebuah Pagi

2 komentar
Credit

Pada embun yang menyapa jendela
pada tanah-tanah basah di pagi buta
aku bersyukur pada pencipta semesta
nafasku belum pergi kemana-mana

Hari ini aku bersyukur pada pencipta semesta, nafasku masih bersarang dalam raga. Tiada nikmat terindah dari sang pencipta selain masih diberi kesempatan untuk selalu memperbaiki diri. Hanya mungkin aku yang tak tahu diri. Terkadang lupa jika semua akan dimintai pertanggungjawaban nanti. Astaghfirullah.

Pagi ini saya terbangun dengan ketenangan dan penasaran silih berganti. Entah karena sebuah mimpi yang kusambangi malam tadi. Entah pula karena aku tak tahu apa tafsiran sebuah mimpi. Aku tak tahu pasti. Tetapi aku tetap bersyukur masih diberikan ketenangan dalam pembukaan pertama mataku ini, setelah sekian jam aku "mati".

Hujan awet masih mengguyur rumah. Rona wajahku pun berubah. Dingin yang serta merta merasuk pori-pori raga justru tidak membuatku melontarkan keluh puah. Aku bersyukur, tunduk dan patuh. Berkontemplasi diri bahwa aku tidak sekedar apa-apa dari kekuatan miliknya yang melimpah ruah.

Pagi ini membuatku hatiku senantiasa dikawal tenteram. Aku menemukan sosok perempuan yang mengenakan "rok hitam". Saat itu kalbu bertasbih serta merta, tak menyangka bahwa dunia ini lebih indah dan jauh dari kelam. Ia sangat pandai melukis aksara dan membuatnya indah serupa bermakna dalam. Tak hanya melukis, sepertinya ia pandai menyulam. Membuat rindu dan beribu kata hati menjadi pakaian hangat, serupa tangan sepasang kekasih yang saling menggenggam.

Ah, entah mengapa aku merasa jengah sendiri. Meratapi diri yang sebenarnya tak punya arti dibanding beragamnya dunia ini. Aku berpikir, mengukir sebuah tanya pasti. Bagaimana bisa perempuan sekilau ini? Menyimpan banyak misteri. Tak hanya dalam hati, bahkan pada tampilan sederhana diri. Subhanallah. Aku kagum pada sosok perempuan ini, pemilik kekata paling puisi.

Terima kasih Tuhan, Engkau hadiahkan pertemuan ini. Aku berjanji akan belajar seraya menikmati. Melihat dunia lewat megahnya kesederhanaan sajak-sajak hati. Ukiran kekata merdu milik perempuan ini.

Makassar, 24 Desember 2013

Read full post »

Minggu, 22 Desember 2013

Tangan Hangat yang Selalu Menyelimuti

2 komentar
Hujan senja mulai menyapa
rintik-rintik kecil yang menari jatuh di tanah
pada payung merah dan seorang bayi kecil
digendong tangan hangat yang selalu menyelimuti

Diajaknya bercanda bayi kecil itu dalam teduh
diusapnya kuping dan pipinya membagi cinta
dipeluknya dalam-dalam hingga tenggelam
membagi degup jantung yang beriringan

Matamu yang hitam kubingkai dalam kenangan
halus sentuhanmu kusimpan di nadi
senyum bahagiamu kusisipkan di dada kiri
hingga semuanya tak ada yang hilang nanti

Membelah samudera, melangkah pulang
menapaki gang-gang basah, yang penuh anak bermain hujan
menghela napas dan menghembuskannya pelan
pada kotak kecil yang kukenal rumah

Dadaku sakit, nafasku tercekik, aku menangis
rambutmu kini memutih
kulitmu kini mengendur bak kulit sapi
tangan halusmu hancur dimakan cucian

Dadamu tempatku tenggelam dulu telah tiada
tubuhmu yang punya peluk kini telah bungkuk
hanya mata hitam itu
dan senyum sederhana yang tetap sama

Maafkan anakmu ini
aku tak pernah pulang karena tak punya uang
aku berdosa, aku durhaka
dimana surga itu, akan kucuci kedua kakimu

Maafkan aku, perempuan pemilik dekap paling kasih
Aku tak akan kemana-mana lagi

Makassar, 2013

Read full post »

Kamis, 19 Desember 2013

Resensi CineUs: Meraih Mimpi, Sulitkah?

34 komentar

Judul : CineUs
Penulis : Evi Sri Rezeki
Penerbit : teen@noura
Cetakan, Terbit : Cetakan I, Agustus 2013
Halaman : xvi + 288 hlm
Harga : Rp. 48.500
ISBN : 978-602-7816-56-5

Blurb

Demi menang di Fesival Film Remaja, Lena rela melakukan apa saja. Bukan hanya demi misi mengalahkan mantan pacarnya yang juga ikut berkompetisi, tetapi karena dia pun harus mempertahankan Klub Film sekolahnya. Soalnya klub kecilnya itu kurang didukung oleh pihak sekolah. Padahal salah satu kreativitas siswa bikin film, kan!

Untung ada satu orang yang bikin hari-hari Lena jadi lebih seru. Si cowok misterius yang kadang muncul dari balik semak-semak. Apaaa? Eh, dia bukan hantu lho ... tapi dia memang punya tempat persembunyian ajaib, mungkin di sanalah tempat dia membuat web series terkenal favorit Lena. Nah siapa tahu cowok itu bisa membantu Lena biar menang di festival.

Kisah Lena ini seperti film komedi-romantis yang seru. Jadi, selamat nonton, eh, baca! :)

*****

Mengejar mimpi bukanlah hal yang mudah. Mempertahankannya juga seperti itu. Terkadang banyak dari kita yang terlalu cepat berhenti meraih mimpi. Ada juga yang berhenti bahkan ketika mimpinya tinggal selangkah lagi. Apakah meraih mimpi itu sulit? Iya sulit, bagi mereka yang tak ingin memperjuangkannya. Sulit bagi mereka yang hanya ingin semuanya tercapai secara cepat, instant, tanpa merasakan proses perjuangannya. Padahal mimpilah yang sebenarnya membuat kita hidup sampai detik ini. Mimpi jugalah yang membawa kita untuk terus berkeinginan menjadi lebih baik. Hidup tanpa mimpi bagaikan hidup tanpa tujuan.

Novel ini menceritakan kisah tiga sekawan Lena, Dania dan Dion yang memperjuangkan mimpi mereka untuk menjadi seorang sineas. Mimpi itu membawa mereka untuk memperjuangkan nasib Klub Film. Namun, tak ada jalan yang selamanya mulus. Begitupulah yang dirasakan mereka, kehadiran Klub Film di Sekolah Cerdas Pintar tidak mendapat sambutan antusias dari siswa-siswinya. Upaya membagikan pamflet nobar film perdana Klub Film yang dilakukan Lena dan Dania tak memberikan hasil yang memuaskan. Parahnya kertas pamflet itu dijadikan kertas coret-coretan dan dibuat pesawat kertas oleh teman sekelasnya.

Penderitaan tak sampai disitu. Acara nobar film perdana Klub Film hanya dihadiri oleh dua orang dari majalah sekolah. Lena, Dania, dan Dion pun mengulur waktu penayangan, namun tetap saja tidak ada lagi yang datang. Keesokan harinya mereka dikagetkan dengan pemberitaan di majalah sekolah yang menyebut klub mereka sebagai klub pembuat film picisan.

Kerja keras Lena, Dania, dan Dion mulai menampakkan hasil. Satu tahun sudah semenjak disetujui oleh wakasek bidang kemahasiswaan, anggota Klub Film bertambah 7 orang dari kelas X. Tetapi cobaan masih saja mengikuti di belakang. Adit, mantan pacar Lena, kembali mengusik ketenangan. Ia menantang Lena untuk taruhan dalam kompetisi skenario dan film pendek di Festival Film Remaja. Barang siapa yang kalah harus mencuci kaki pemenang dan menjadi penggulung kabel selama setahun. Lena geram, ia berpikir harus memperjuangkan harga dirinya. Ia merasa harus membuktikan bahwa dirinya bukan perempuan sampah seperti yang dikatakan Adit. Lena akhirnya menerima tantangan itu. Ia juga berpikir dengan memenangkan kompetisi ini Klub Film akan lebih dikenal prestasinya.

Rizki, pria misterius, datang ke dalam kehidupan pribadi Lena yang seakan menggetarkan hatinya. Rizki sangat jago animasi. Lena melihat ini sebuah kesempatan baik jika Rizki bergabung dengan Klub Film. Ia berpikir dengan bergabungnya Rizki di Klub Film kesempatan menang mereka di Festival Film Remaja akan semakin besar. Namun hal yang tidak diingikan terjadi. Romi tidak setuju dengan kehadiran anggota baru. Ia keluar dari klub dan menyabotase basecamp dengan alasan telah menerima persetujuan dari Wakasek untuk menggunakan tempat itu dan membuat klub baru.

Semenjak itu beragam masalah dan rintangan berdatangan. Mulai dari diobrak-abriknya basecamp rahasia, dicurinya skenario film, sampai peristiwa hilangnya Dion membuat Lena dan Dania seakan patah semangat. Bagaimanakah kelanjutan nasib Klub Film? Apakah kehadiran Rizki dapat meringankan beban Klub Film? Apakah Lena dan kawan-kawan dapat memenangkan kompetisi? Siapakah yang akan memenangkan taruhan itu? Lena ataukah Adit?


KELEBIHAN NOVEL 

Desain CoverEye Catching
CineUs
Desain cover novel remaja ini layak dipuji. Paduan warna biru muda yang terkesan cerah dengan warna putih dan beberapa warna lainnya sangat pas dan memberikan kesan eye catching. Ilustrasi gambar tiga sekawan yang sedang menatap siluet garis gedung-gedung yang berjejeran juga merupakan ide yang sangat brilian. Gambar tersebut memberi kesan bahwa mereka siap menghadapi kerasnya kehidupan kota demi menggapai impian. Hadirnya gambar handycam, segelas kopi, kertas, pensil dan penghapus benar-benar mempercantik cover ini. Keberadaan gambar-gambar tersebut memberikan kesan artistik karena barang-barang dalam gambar tersebut adalah barang-barang yang familiar dalam cerita novel ini.

Ide Cerita, Tema, Judul: Paduan Pas
Sebagai sebuah bacaan remaja, ide cerita dan tema yang mengangkat tentang perjuangan Lena, Dania, dan Dion untuk mempertahankan Klub Film harus diacungi jempol. Hadirnya tokoh yang membuat online video "web series" bisa dikatakan nilai plus yang mendukung ide tersebut. Ketika banyak teenlit yang terlalu banyak berkisah tentang pacaran, drama cinta, dan persahabatan semata, penulis mampu menghadirkan cerita tentang klub film yang bisa dikatakan masih sedikit di luar sana. Memang nuansa yang diangkat Evi dalam cerita masih berkisar cinta dan persahabatan, tapi Evi mampu menyajikannya dalam bentuk yang special. Ia mempolesnya dengan kolaborasi "pengetahuan", membumbuinya dengan perjuangan menggapai impian sehingga terkesan agak inspiratif dan menambahkan sisi kreatif dalam cerita. Evi seperti jeli melihat fenomena kehidupan remaja jaman sekarang sehingga ia menghadirkan sebuah cerita yang mengatakan bahwa remaja adalah waktunya berkreativitas dan menggapai impian.

Dari segi judul, CineUs, memberi kesan unik, singkat, padat, lugas, dan punya daya tarik. Belum lagi ditambah desain pada cover bagian bawah yang menampilkan alat take scene semakin memperjelas novel ini ada kaitannya dengan klub film. CineUs, membuat orang yang melihat judul ini akan langsung berpikir tentang cinema. Sebuah pemikiran yang tepat penulis memberi nama judul CineUs, sangat sesuai. Mengapa demikian? Karena terkadang ada novel yang memberi judul berbeda dari cerita di dalamnya.

Plot yang Kuat
Plot cerita terkesan kuat pada saat di tengah cerita, saat konflik-konflik mulai dibangun. Evi sangat apik dan lihai membuat "kisah-kisah yang hilang" (maksudnya kesan menggantung terhadap cerita masing-masing tokoh) yang memaksa pembaca untuk terus membuka dan membaca lembar demi lembar novel ini hingga habis. Belum lagi permainan konflik yang tidak terduga. Pertama, pembaca akan dibuat menduga penyebab terjadinya suatu konflik dalam cerita, tapi kemudian pembaca akan terkejut karena dugaannya salah terhadap penyebab konflik tersebut. Contohnya saja kisah Dion, yang tiba-tiba Ambo menjadi takut kehilangan dirinya. Contoh lainnya adalah konflik yang terjadi akibat pisahnya Romi dari Klub Film sampai memanfaatkan keluguan Dion sehingga membuat Lena, dkk memusuhi Dion. Konflik-konflik yang bertumpang tindih inilah salah satu kelebihan dari gaya bercerita yang ditampilkan Evi Sri Rezeki.

Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju. Pemakaian gaya bahasa dan penggunaan kata yang tepat membuat novel ini terkesan ringan dan enak dibaca. Ini memberikan kesan mengalir pada beberapa titik cerita.

Sudut Pandang
Penulis menggunakan sudut pandang "aku" (Lena) sebagai orang pertama dalam bercerita. Bagi sebagian orang ini penggunaan sudut pandang orang pertama mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Seperti contoh ada cerita yang terlalu banyak fokus kepada tokoh "aku" sehingga "lupa", tidak melibatkan terlalu banyak tokoh lain dalam cerita tersebut. Beda halnya dengan novel ini. Penulis mampu menyajikan sudut pandang ini secara baik, bahkan membuat siapa pun yang membaca novel ini seakan menonton sebuah film. Hal itu ditandai dengan kepiawaian Evi menampilkan tokoh-tokoh penting lainnya dalam cerita.

Deskripsi emosi, tokoh, setting
Deskripsi emosi sangat baik dibawakan oleh penulis. Belum lagi hal itu didukung alur cerita yang rapi dan pemakaian bahasa yang tepat. Contohnya saja saat Lena dan Dania meratapi penyesalannya di kamar Dion ketika mereka mendapati video-video rekaman Dion tentang persahabatan mereka. Penggambaran karakter masing-masing tokoh cukup jelas, walau agak membingungkan di awal. Kelebihan dari penggambaran tokoh ini adalah penulis membawa kesan natural pada tokoh dalam cerita. Ia tidak menghadirkan tokoh "yang hanya nyata di cerita" tapi lebih ke realita yang sesungguhnya. Tampilannya terasa nyata dan apa adanya. Contohnya saja Rizki yang diceritakan seperti sosok yang baik, jago animasi, perhatian tapi gemuk, suka bolos dan ceplas ceplos.

Penggambaran setting, baik tempat dan waktu dapat dinilai sesuai. Adanya ilustrasi juga membantu dalam penggambaran setting atau latar cerita.

Ada Ilustrasi
Ilustrasi dalam novel CineUs

Inilah hal unik yang akan pembaca suka dalam novel CineUs. Adanya ilustrasi yang menggambarkan beberapa latar dan scene dalam cerita patut diberikan applause. Hal ini merupakan nilai plus yang unik. Mengapa? Karena jarang novel yang sengaja menyelipkan ilustrasi di dalamnya. Ilustrasi biasanya hanya sering dipakai di dalam buku antologi puisi dan juga terkadang dalam kumpulan cerpen (misalnya kumcer Milana karya Bernard Batubara dan kumpulan cerita Singgah). Dengan adanya ilustrasi, imaji pembaca seakan dibimbing untuk lebih merasa dan memaknai jalannya cerita.

Padat dan Informatif.
Di satu sisi, membaca CineUs seperti membaca tulisan-tulisan Riawani Elyta, penulis A Cup of TarapuccinoThe Coffe Memory, yang selalu terkesan padat, berisi, berwawasan dan informatif. Membaca novel terbitan Teen Noura ini bukan sekedar membaca cerita remaja saja. Penulis seakan peduli dengan hal-hal yang kreatif. Pembaca akan disuguhkan berbagai istilah dan pengetahuan tentang film dan web series seperti skenario, storyboard, editingbudgetingwebisode, Adobe Premiere Pro CSshaky handle dan lain sebagainya yang pengertiannya langsung dijelaskan di dalam novel. Di dalam novel dengan tebal 288 halaman ini juga ditampilkan potongan skrip film yang akan diajukan Klub Film (Lena, dkk) dalam mengikuti ajang Festival Film Remaja. Betul-betul kaya informasi.

Berbeda dengan novel teenlit pada biasanya yang hanya mengangkat tema cinta monyet dan persahabatan, CineUs menghadirkan sosok Dion, tokoh yang diceritakan menderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Hal ini membuat novel ini semakin sarat pesan moral. Pada halaman 104 penulis menyematkan tinjauan sekilas tentang penyakit ADHD. Evi seperti membuat pola baru dalam dunia tulisan. Memproporsionalkan antara cerita yang digemari remaja dengan isi bacaan. Dengan adanya tokoh Dion, Evi seperti peduli dan seakan menghadiahkan buku ini untuk semua penyandang ADHD.
"Film ini dipersembahkan untuk Dion dan untuk semua anak penderita ADHD. You never walk alone." (hlm.177)

Seperti Sajak
Inilah sebuah keunikan yang akan ditemukan (lagi) oleh pembaca dalam novel ini. Kemampuan penulis dalam mendeskripsikan sesuatu ada kalanya secara lugas, namun ada kalanya secara tersirat. Uniknya, kemampuan Evi mendeskripsikan latar terlihat seperti berpuisi. Evi seperti sengaja mengajak kita menyentuh jemari-jemari syair yang sebenarnya ada bebas di alam sekitar kita lewat tulisannya. Seperti kalimat di bawah ini.
Malam ini angin menggigiti tulang. Barangkali, hati yang lelah mencari telah membuat semesta berang. Dikirimkannya sekumpulan awan. Gelap menjajah langit malam. Rintik-rintik berjatuhan. Kenapa kesedihan identik dengan hujan? (hlm 261-262) 

Banyak Quote
Banyak sekali quote yang sarat makna dalam novel ini, beberapa diantaranya sebagai berikut.
"Tuan Putri, jangan pernah melibatkan urusan kamu sama orang lain! Jangan jadikan tujuan pribadi seolah-olah tujuan bersama!" (hlm. 92)
"Kalian enggak akan pernah jadi besar kalau enggak terima kritikan!" (hlm. 100)
Rasa marah adalah musuh besar logika. (hlm. 161)
"....Tindakan yang diambil dalam keadaan emosi akan sia-sia dan cenderung merugikan." (hlm. 171) 
"...kemenangan lahir dari proses, dari perjuangan! Kamu tahu, sebanyak apa pun kamu mencari pengakuan dari orang lain, kamu tidak akan pernah bisa memuaskan dirimu sendiri! Karena kepuasanmu bukan berasal dari hatimu sendiri!..." (hlm. 226) 
"Len, di dunia ini, ada dua hal yang pantas diperjuangkan. Yaitu impian dan cinta." (hlm, 242)
"...Kenapa enggak kejar impian dari sekarang? Kenapa harus tunggu kaya? Itu juga kalau kaya. Kalau enggak?" (hlm. 250)

Sarat Pesan Sosial dan Moral
Tulisan tanpa pesan, bagai tubuh tanpa jiwa. Penulis sadar itu. Tak hanya dari quote-quote penulis mengutarakan kekhawatirannya terhadap realita. Ia berpesan juga lewat karakter tokoh dalam cerita (contohnya Dania yang selalu cepat mengontrol dirinya). Lewat karakter Dania kita diajarkan menjadi sosok orang yang sabar. Lewat karakter Rizki yang cenderung tenang, kita diajarkan agar bersikap bijaksana dalam menghadapi sesuatu serta berpikir sebelum bertindak. Tak hanya itu lewat konflik dalam cerita (saat Dania dan Lena menemukan file rekaman tentang mereka bertiga di komputer Dion) penulis menghadirkan nilai sebuah ketulusan dari persahabatan. Kadang kita tak bisa melihatnya tapi kita bisa merasakannya. Jika kita sekali memberi waktu padanya, hal itu akan membuka tabirnya, sendiri. Ini yang seperti dialami Dania dan Lena.
Ya, kami kangen berat sama Dion. Tindakannya yang biasanya membuat kesal, mendadak jadi sangat lucu dan menyenangkan. Begitulah, ketika merasa kehilangan. Segalanya terlihat berbeda, atau barangkali cara pandang kita yang berubah. Entahlah. Yang pasti kami ingin Dion kembali. (hlm. 180)
Lewat cerita ini dan para tokoh yang ada di cerita (Dania, Lena, Dion, Rizki, dan Ryan), Evi seakan mengkritik para remaja sekarang. Yang mungkin lupa akan pentingnya mimpi dan masa depan. Yang mungkin terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi, berfoya-foya tanpa memandang sebenarnya usia mereka ada masa emas untuk merintis sebuah karya. 



KEKURANGAN NOVEL

Seperti layaknya manusia di dunia ini, tak ada yang lepas dari kesalahan, novel ini juga punya beberapa sisi yang bisa dinilai sebagai kekurangan. Menghadirkan kekurangan dalam sebuah pembahasan bukanlah ajang melempar cercaan, cacian dan bukan ajang untuk menjelekkan karya tetapi lebih kepada bentuk apresiasi pembaca yang sebenarnya peduli terhadap tulisan. Hakikat penilaian lebih atau kurang sebenarnya sangat relatif dan subjektif, tak ada nilai absolut, karena bisa jadi kelebihan dinilai kekurangan, maupun sebaliknya. Berbeda pembaca, berbeda latar belakang, berbeda kesukaan, berbeda pula pemikirannya.

Bentuk Cover
Cover CineUs
Bentuk cover depan yang memiliki lembar terlipat kurang dapat dimaknai fungsinya secara fisik. Mungkin lembar terlipat di cover depan hanya ingin memberikan kesan unik  tetapi seperti dipaksakan. Bagi pembaca yang terbiasa menyampul buku sebelum membacanya, keberadaan lembar terlipat ini akan memberikan kerisihan tersendiri. Hal lainnya, cover depan terasa lebih tebal saat kita membaca lembar-lembar pertama novel. Jika keberadaan gambar kamera, segelas kopi, sketsa Lena & Rizki yang sedang duduk serta gambar-gambar lain yang terletak di bagian dalam lembar terlipat tetap ingin ditampilkan, gambar-gambar tersebut bisa diselipkan pada bagian dalam cover sebelum lembar kertas halaman novel. Hal ini sama seperti yang dilakukan dalam novel 12 Menit by Oka Aurora yang menempatkan beberapa foto scene kegiatan Marching Band Bontang pada balik cover novelnya. Gambar-gambar tersebut bisa juga hadir terkhusus setelah cover depan, semacam cover kedua (seperti pada novel Seandainya karya Widhy Puspitadewi atau novel The Mocha Eyes karya Aida M.A.). Atau juga bisa dimasukkan sebagai ilustrasi lainnya dalam novel ini. Ide-ide ini pastinya akan memberikan kesan yang lebih menggigit dan artistik dalam arti visual.

Sebagai pembaca, saya merasa janggal dan bertanya-tanya saat melihat sketsa tiga orang yang ada di depan cover novel. Apakah itu Dania, Rizki, dan Lena? Atau itu adalah Dania, Dion, dan Lena? Jika sketsa itu menggambarkan Dania, Rizki, dan Lena, agak janggal rasanya karena dari awal novel bercerita tentang perjuangan tiga sekawan yang memiliki kesamaan cita-cita menjadi seorang sineas. Jika sketsa itu menggambarkan Dania, Dion dan Lena, hal itu juga janggal. Mengapa? Karena sosok Dion dideskripsikan dalam cerita adalah berbadan gempal (gemuk) dengan tinggi yang lebih rendah dari Dania dan Lena. Jadi, apakah itu sketsa Rizki atau Dion?

Plot Awal: Kurang Greget
Plot cerita tidak dibangun kuat saat di awal cerita. Hal itu mengakibatkan alur cerita awal terutama bab pertama dan kedua terkesan datar dan membosankan. Belum lagi terlalu banyak kesan mengambang dari cerita ini antara lain, saat Lena mendapati potret Dion di bawah tempat tidur Diana, bagaimana kelanjutannya? Kedua, penulis juga memberikan kesan mengambang pada kisah Lena dan Rizki, ketiga kisah Adit dan Romi, apakah mereka akan terus mengganggu Lena sampai kapanpun. Keempat, bagaimana hubungan Dion dengan keluarganya. Bagaimana kisah Ryan?

Konflik Selesai Begitu Saja
Ada beberapa penyelesaian konflik dalam cerita yang jika dinilai terkesan kurang "wah" atau pas. Pertama pembaca akan diajak "mendaki" menuju puncak masalah, tetapi saat turun seperti dihempaskan jatuh. Ada beberapa penyelasaian konflik yang terkesan ngambang dan begitu saja. Ini membuat kesan konflik yang "diharapkan" menjadi datar saja. Contohnya masalah skenario yang tertukar.

Typo
Typo atau kesalahan penulisan merupakan salah satu penilaian minus pembaca terhadap sebuah novel atau karya tulisan lain. Sayangnya, kesalahan itu masih terdapat dalam novel ini. Berikut kesalahan penulisan yang saya dapatkan.
(1) Halaman 125, baris 13 dari atas. "Jangtungku terasa disengat aliran listrik.." (seharusnya ditulis jantung).
(2) Halaman 207, baris 1 dari  atas. "Setiap kali aku sewot mengahadapi tingkahnya,.." (seharusnya ditulis menghadapi).
(3) Halaman 209, baris 9-10 dari bawah. Rizki melirik kaca dekat setir sekilas, melihat kegelisanku. (seharusnya ditulis kegelisahan).
(4) Halaman 221, baris 3 dari bawah. Aku telalu letih untuk membalasnya. (seharusnya ditulis terlalu).

Ada yang Aneh
Tak ada seorang pun dari kami berniat mengejarnya. Kami hanya membatu. Perutku serasa ditusuk-tusuk ketika mengingat ekspresi Dion. Rasanya, aku familier dengan itu. Di mana aku pernah melihat ekspresi semacam itu? Aku tercekat, saat menyadari ekspresi milik siapa. Itu ekspresiku sendiri saat Adit mengakhiri hubungan kami dan menghakimiku. Ya Tuhan! (hlm. 159)
Potongan cerita di atas adalah salah satu potongan dalam novel CineUs yang menceritakan perginya Dion karena kesalahpahaman yang terjadi di antara tiga sekawan itu akibat akal busuk Romi. Yang menjadi pertanyaan dan dirasa sangat janggal adalah pada bagian "Di mana aku pernah melihat ekspresi semacam itu?"(pikir Lena). Bagaimana bisa Lena bisa "melihat" ekspresinya sendiri. Apakah dulu saat Adit mencampakkan dirinya, Lena sempat bercermin dulu untuk melihat bagaimana sedih ekspresinya? Ada baiknya mungkin jika kata melihat itu diganti atau kalimatnya yang diubah. Saran:
Tak ada seorang pun dari kami berniat mengejarnya. Kami hanya membatu. Tiba-tiba dadaku sesak, perutku serasa ditusuk ketika mengingat ekspresi Dion. Rasanya aku familier dengan itu. Pucat wajahnya, guratan alisnya yang tak mengerti, seperti menahan ledakan emosi, mata yang berkaca-kaca itu, dan luka di bibir akibat gigitannya sendiri. Aaahh, tidak. Aku pernah mengalaminya. Itu ekspresiku sendiri saat Adit mengakhiri hubungan kami dan menghakimiku. Ya Tuhan!

Kedua, dari sisi quote. Perhatikan dua kutipan ini.
"Jangan pernah menyeret siapa pun masuk ke dalam impian kamu! Jangan pernah! Kamu hanya akan menjadikan mereka tumbal dari obsesi busukmu!!!" (hlm. 227) 
Setinggi apa pun impianmu, kamu hanya butuh percaya. Seperti memercayai impianku. Sertakan orang-orang yang kau cintai dalam impianmu. Karena mereka adalah sumber kekuatan bagimu. (hlm. 280)
Kedua kutipan ini seperti bertolak belakang. Entah ini disengaja oleh penulis ataukah memang berlainan substansi makna (pesan yang disampaikan).

Ketiga, ada yang aneh tentang Rizki yang mencuri internet dari komputer sekolah. Bagaimana bisa seorang siswa mencuri internet dari komputer sekolah tanpa diketahui oleh guru? Apakah mencurinya saat malam? Apakah tidak ada satpamnya? Lalu masalah bunker. Jika memang peninggalan jaman dulu, bukannya tempat itu seharusnya ditutup? Apa pihak sekolah tidak melaporkannya pada pihak berwenang? Atau Pak Kandar malah menutupnya secara pribadi? Ini membingungkan karena tak mungkin jika dari pihak sekolah hanya Pak Kandar yang tahu. Pasti pendiri sekolah lah yang mengetahui lebih dulu dan pastinya mengingatkan.

Keempat, terkait pemenang di festival. Jika dicermati, agak aneh semua pemenang kategori film pendek berasal dari Bandung semua. Walaupun memang benar kenyataannya orang-orang Bandung piawai dalam membuat film (ditandai dengan festival penghargaan film Bandung beberapa waktu yang lalu), tetapi, dalam cerita, ini terlihat memberikan kesan "sempit" karena festival film remaja tersebut adalah ajang nasional.

Kelima. Jika kedudukan prolog mengantarkan kita pada awal pertama kali terbentuknya Klub Film, bukankah seharusnya epilog menjadi penutup cerita? Tapi yang dirasakan disini epilog yang tampil justru penggambaran cita-cita Lena yang ingin menjadi seorang sineas dari kecil. Padahal bagian ini seharusnya dicantumkan dalam penggambaran karakter sosok Lena dalam cerita. Ini seakan memperlihatkan bahwa penulis menulis epilog secara terburu-buru.


Terlepas dengan kelebihan maupun kekurangannya novel ini patut mendapatkan tempat di rak buku pribadi anda. Sebagai novel pertama dari seri S-ClubCineUs memberikan kesan berbeda di mata pembaca sebagai teenlit yang "berisi". Lewat novel ini kita seakan diingatkan kembali bahwa betapa pentingnya memperjuangkan mimpi dan merintisnya mulai dini. Novel ini sangat cocok untuk remaja masa kini yang mungkin terlalu mabuk dalam teknologi dan lupa akan tujuannya. Dengan gaya bercerita yang sederhana, natural, pembaca akan terasa diantarkan kembali menikmati perjuangan-perjuangan kecil mimpi dan kisah-kisah klub selama masa sekolah. 
Akhir kata, 4 of 5 star for CineUs by Evi Sri Rezeki.






Read full post »

Rabu, 18 Desember 2013

Dialog di Sebuah Perahu

0 komentar
Perempuan: 

Biarkan aku yang mendayung agar tetap lengkap tanganmu
Tak mengapa jika tanganku yang kukorbankan
Setitik, hanya ingin membalas kebaikanmu tuan


Lelaki:

Jangan engkau rusak apa yang telah aku jaga
Semata-mata tak ada kisah yang paling indah di hidupku yang renta
Selain membawamu pergi dari kenistaan
Mengantarmu kembali pulang ke samudera


Makassar, 2013

Read full post »

Pesakitan Niskala

0 komentar
Pernahkah kamu merasakan sakit yang terdalam? Seakan berasal dari palung jiwa yang paling hitam. Aku pernah menikmatinya sekali. Saat mata menatap nanar langit-langit di kamar dan telinga mendengar lagu samar-samar. Aku tak mengerti apa yang yang terjadi dengan kedua inderaku. Hanya hidung yang masih setia menghela napas dan mengembuskannya pelan.

Aku hidup tapi seakan terpasung. Terpaku bukan terantai. Berlubang memerah darah segar. Hatiku hancur kala langkahmu telah bersanding. Mengingatnya, buncahan kekecewaan meledak bah tsunami Aceh di kamarku. Menghempaskan tubuhku oleng dimakan waktu. Aku masih tak bisa bebas dari belenggu ini.

Hampa seakan merasuk ke dalam sukma. Memaksa sesak memenuhi dada. Aku tercekat disiksa ingatan. Aku tak bisa bernapas. Seakan dinding ini menghimpit. Kebodohan ikut menyerapahiku mati. Aku bodoh terlalu percaya kepadamu.

Makassar, 2013.

Read full post »

Minggu, 15 Desember 2013

Bolehkah Kita Bertemu?

0 komentar
Dear kamu, 
Selamat menikmati hari...

Sengaja aku mulai dengan ucapan selamat menikmati hari, karena memang khayalku yang tak pernah berhenti membayangkanmu membuka jendela kamar dan menyapa hangatnya mentari dengan senyuman. Mengapa aku bisa membayangkan seperti itu? Iya, karena hampir tiap hari pula kamu menyapa banyak orang lewat tweetmu. Sekadar menyelipkan doa "Semoga harimu menyenangkan", sekadar santun menghibur bagi mereka yang dilanda kesedihan tadi malam.

Entah sejak kapan aku terlampau kagum dalam kemayaan. Entah pula sejak kapan aku jadi stalker seperti ini. Mulai dari ngecek akun twitter @KlubBuku_MKS, sepik-sepik mention tanya ini, tanya itu. Iya deh, aku ngaku. Aku kagum sama kamu. Aneh ya? Padahal belum pernah ketemu. Nanya nama aja belum. Hanya dari tweet-tweetmu lah, aku mengenalmu. Seringkali aku mencoba menerka karakter dan kesukaanmu dari tweetmu yang berbalas dengan para followersmu. Entah mengapa aku suka dengan hal itu.

Kamu suka baca kan? Aku juga baru-baru ini menyukai membaca. Mungkin kita jodoh kali ya? *eh* hahaha, bercanda ya. Kamu suka puisi? Aah, kalau iya, pengen banget deh denger kamu baca puisi. Gak bisa aku bayangin deh bagaimana anggunnya. Gimana ya rasanya kalau kita saling berbalas puisi? Mungkin saya yang pingsan duluan. Kegemaranmu selain baca apa? Aah, pengen rasanya mengenal sosok seperti kamu, yang senantiasa melihat dunia melalui buku. Aku merasa kamu seperti langit. Luas, menaungi dan indah.

Tahukah kamu saat pertemuan Lenda Book dan Klub Buku Makassar di Mama Cafe yang lalu? Tak sengaja aku ke sana berharap semoga dapat membingkaimu dalam tatap mata. Meski hanya dari balik kaca, rasanya deg-degan juga. Sekadar mencari tahu, kaki bertingkah seolah bersandiwara menapak jejak ke arah toilet. Telinga mendukungnya. Walau lirih, aku mendengar suara merdu yang menyebut kata Klub Buku Makassar. Tak berapa lama aku berpaling. Kudapati disana sosok berkerundung, sederhana, namun menawan. Itukah dirimu?

Kapan ya kita bisa berkenalan langsung? Iya, walau hanya sekadar berbalas sapa, sekedar basa basi semata. Sekadar minum kopi bareng atau berbagi cerita tentang keluh kesah yang tak pernah ada habisnya. Paling tidak aku ingin melihat seperti apa dirimu, apakah sama dengan yang berada di alam imajiku ataukah lebih dari yang kubayangkan. Oh iya, nanti ada acara kopdar bareng ya? Aku pengen banget ikut acara itu. Nah, kebetulan, lewat surat ini aku mau kasi tahu, jangan kaget ya kalau nanti pas di acara kopdar itu tiba-tiba ada cowok cupu yang ngajak kenalan. Itu mungkin aku :)


Salam kenal, 
Dari yang diam-diam mengagumimu


(Surat ini telah diikutkan dalam KBMaward yang diadakan Klub Buku Makassar)

Read full post »

Klub Buku Makassar: Livetweet bersama Chatreen Moko

0 komentar
Sekitar lima hari yang lalu, Senin, 9 Desember 2013 pukul 20.00 WITA, di jejaring sosial Twitter, akun @KlubBuku_MKS menggelar acara livetweet bersama kak Chatreen Moko, penulis buku Broken Home  Broken Dreams. Livetweet yang diadakan Klub Buku Makassar ini termasuk salah satu tantangan #KBMaward minggu kedua dari klub buku itu sendiri. Apa itu #KBMaward? #KBMaward adalah sebuah event khusus dari KBM (semacam) penghargaan kepada followers yang aktif dan kreatif. Dalam #KBMaward, Klub Buku Makassar memberikan tantangan-tantangan berbeda tiap minggunya, ada hadiahnya juga lho. Untuk tahu lebih lengkap tentang #KBMaward cek aja favorites @KlubBuku_MKS di twitter ya.

Livetweet malam itu membahas tentang penulis dan bukunya, Broken Home ≠ Broken Dreams. Sebagai awalan, admin menerangkan bahwa buku Broken Home  Broken Dreams merupakan kumpulan cerita pendek tentang kisah-kisah broken home. Penulisnya sendiri adalah Chatreen Moko, biasa dipanggil Moko yang kini masih kuliah semester satu (masih muda kan?). Admin @KlubBuku_MKS juga menyebutkan sedikit alasan mengapa penulis akhirnya menulis buku ini. Penulis mengaku bahwa buku ini dibuat tak lain karena dorongan dari para follower akun @Broken_homeINDO yang dibuatnya.

Setelah admin @KlubBuku_MKS usai menerangkan aturan livetweet malam itu, ya udah pastinya bom mention membanjiri akun @KlubBuku_MKS. Tak sedikit dari para follower @KlubBuku_MKS yang langsung bertanya pada kak Moko tentang bukunya maupun tentang kesan pribadinya saat menulis buku tersebut. Nih, berikut tanya jawab seputar buku Broken Home  Broken Dreams yang dimoderatori oleh admin @KlubBuku_MKS :


1. Kesulitan-kesulitan apa yang kamu dapatkan ketika menggarap buku ini? @KlubBuku_MKS

Kesulitannya waktu menyeleksi dan proses editing naskah-naskah yang masuk, soalnya cukup banyak yang berpartisipasi.


2. Buku Broken  Home Broken Dreams itu termasuk buku fiktif atau berdasarkan fakta yang terjadi di sekitar? @SendalUkir

Buku Broken Home ≠ Broken Dreams itu true story. Ada kisah hidup saya dan beberapa followers @Broken_homeINDO


3. Kata orang broken home itu identik dengan kekerasan, kebrutalan, kenakalan. Apa dengan adanya buku ini bisa menghilangkan pemikiran orang-orang seperti itu? @SendalUkir

Yaps, semoga. Itu harapan saya! Dengan adanya buku Broken Home  Broken Dreams saya harap anggapan masyarakat terhadap anak broken home tidak lagi senegatif saat ini.


4. Berapa bulan nih, kamu kirim ke penerbit kemudian diterbitkan? Pernah ditolak penerbit? @KlubBuku_MKS

Cari penerbitnya sekitar sebulan. Iya, pernah mendapatkan penolakan dari pihak penerbit.


5. Buku Broken Home  Broken Dreams kan based true story, aku penasaran, gimana trik kamu nulis agar ceritanya menarik? @AsmaUmmu

Nulisnya pakai hati, supaya pembaca juga dapat feelnya khususnya yang "broken home" :D


6. Pernah ngerasain hilang ide pas nulis gak? @dhan88

Iya, pernah.


7. Apa kiat-kiat menulis ketika kehilangan ide menurut kamu? @KlubBuku_MKS

Beristirahat sejenak, tidak usah dipaksa buat nulis, cari inspirasi baru.


8. Kenangan broken home itu pastinya gak enak, gimana caranya kamu tetap tegar bahkan bisa menjadi inspirasi buat yang lain? @AsmaUmmu

Bangkit dari masalah dan keterpurukan, menginspirasi rekan-rekan yang senasib dengan saya itu sudah membuat saya "kuat dan tegar"


9. Kenapa mau menulis kakak? @AswanWiwi

Saat apa yang saya tulis bisa bermanfaat bagi orang lain, why not?


10. Menulis bisa membantu menyelesaikan masalah, menjadikan kita semakin cerdas. Menulis jodohnya membaca, kamu suka baca buku apa? @AsmaUmmu

Anehnya saya tidak terlalu maniak dalam membaca. Saya lebih suka membaca kisah-kisah atau artikel tentang kehidupan.


11. Broken home identik dengan broken love? Menurut kamu? @SendalUkir

Itulah yang harus dirubah, apalagi bagi mereka yang mengalaminya. Usahakan kedepannya tidak mengulangi kesalahan orang tua mereka.


12. Nah, ternyata @chatreenmoko bukan penggemar buku-buku. Lantas bagaimana cara kamu memperkaya tulisan? @KlubBuku_MKS

Yaps, saya bukan penggemar buku. Saya menulis lebih kepada fact of life, fakta-fakta kehidupan yang saya alami dan orang-orang di sekitar saya.


13. Ada bagian dari buku Broken Home  Broken Dreams yang paling berkesan? Yang mana? @gubukteduh

Bagian paling berkesan di buku Broken Home  Broken Dreams adalah kisah pertama dan terakhir. Dijamin nangis dan inspiring banget.


14. Siapa penulis inspirasi kamu? @AswanWiwi

Penulis inspirasi saya? Anehnya saya tidak punya x_x


15. Kesan tersendiri saat nulis? Terlebih lagi menceritakan kisah sedih bercampur haru milik orang lain. @gubukteduh

Kesan buat saya pribadi, saya lebih dewasa lagi, saya sadar ternyata masih ada yang lebih menderita dari saya.


***

Nah ini dia penampakan buku yang dari tadi dibicarakan :)

credit

Jadi, bagi teman-teman yang penasaran dengan buku Broken Home  Broken Dreams terbitan Mediakita, langsung aja cari di toko buku karena bukunya sudah tersebar di seluruh Indonesia. Siapa tahu teman-teman bisa menemukan makna ketegaran dan kesabaran menjalani masa sulit hidup dari kisah-kisah nyata yang ditulis oleh kak Moko. 

Jangan pernah menjadikan broken home sebagai alasan untuk menghancurkan mimpi-mimpi kamu sendiri. Jangan biarkan kata "broken home" menghalangi kamu dalam meraih cita-cita.
Dream, believe, and make it happen.


Chatreen Moko ( Penulis buku Broken Home  Broken Dreams )
akun twitter : @chatreenmoko

Read full post »

Kamis, 12 Desember 2013

Rindu Hujan Itu

2 komentar


Hari ini, semesta raya mempermainkanku
Seperti canda yang kadang membuatku malu, serupa cubitan sayang di pipi kiriku
Seperti teguran yang kadang membuatku rapuh, serupa tepukan di bahu kiriku
Perihal apakah ini, Tuhan?

Hari ini, semesta mempermainkanku
Mengirim tiga paras serupa dirimu, tiga senyum seindah milikmu
Mendengar sapa selembut suaramu, merasa sentuhan sehalus kulitmu
Inikah tanda? Jawab dari doaku, Tuhan?

Tak sadar mata menahan ledakan
Beradu lomba dengan kuncup hidung yang sedari tadi telah basah
Namun tak sama dengan lainnya, ada bibir mengulum senyum manis
Berteman hati yang tak henti berterima kasih

Kutitipkan setitik embun rindu ini pada awan
Berharap ia tumbuh besar dan beranak pinak
Esok kunikmati hujan sore hari
Bernaung pelangi yang sama, seperti pertama kita mengikrar janji

Aku rindu hujan itu
Serupa aku menikmati kepergianmu
Aku rindu kamu, perempuan hujanku
Entah kapan pelukku berbalas dekap hangatmu

Ayah, kini aku tahu bagaimana hatimu, menanti bertemu ibu, di sana.

Makassar, 2013

Read full post »

Selasa, 10 Desember 2013

Cinta dalam Kesedihan

0 komentar
Dalam sembab mata membendung buliran
Aku mencintaimu

Dalam isak tahan yang berburu hisap nafas
Aku mencintaimu

Dalam sedu memeluk rapuh dada
Aku mencintaimu

Aku mencintaimu
Perempuan berhijab hitam
Sesederhana aku menikmati sebuah kesedihan
Berkabung, merasa siksa batin

Aku mencintaimu

Makassar, 2013

Read full post »

Senin, 09 Desember 2013

Malu

0 komentar

Ialah aku penunggu di balik pintu. Perindu yang kerap malu.

Makassar, 2013.
Read full post »

Rabu, 04 Desember 2013

Semesta Malam Berbahagia

0 komentar
( 3 Desember )

Di ujung usianya
Malam berbahagia
Ia beri tenang di tengah temaram
Kelambu sutera penjaga mimpi

Di ujung hadirnya
Rembulan berbahagia
Ia beri bentuk terindahnya pada mata
Lampu terakhir sebelum pejam

Di ujung pijarnya
Bintang berbahagia
Ia beri kilau secantik berlian
Perhiasan-perhiasan malam perempuan

Di penghujung hidupnya
Semesta malam berbahagia
Melepas segala yang mereka punya
Sekedar santun, selagi mengantar nyawa

Tak ada tangis yang bermuara
Hanya indah yang terlihat mata, malam bahagia adanya
Perihal kedatangan manusia
Perempuan suci, pemilik dekap paling setia

Selamat berbahagia
Sebuah doa penutup malam
Sebuah harap pembuka fajar
Kupanjatkan, berkalung tulus paling khidmat

Selamat ulang tahun, kamu

Makassar, 2013

Read full post »

Senin, 02 Desember 2013

Sepucuk Surat untuk Kamu

0 komentar




Dear D...

Aku ingin membuat sebuah pengakuan. Pengakuan yang mungkin tiada artinya dalam hidupmu, namun mengambil makna dari sebagian hidupku. Pengakuan yang serupa daun pagi yang terhempas setengah sisinya. Seperti tak seimbang, karena tak seluruhnya sama, karena tak dua-duanya mungkin merasa.

Aku ingin memulainya dari sebuah pertemuan. Pertemuan, kala mataku membingkaimu dalam tatapan. Tatap itu terjadi kira-kira dua tahun silam. Memang, sudah lama. Aku melihatmu dari sebuah foto. Foto formal sederhana berukuran 3x4. Yang tampak hanya potongan setengah dirimu. Dengan kerudung hitam dan baju berwarna biru tua, kamu tampil begitu sederhana. Kuperhatikan lekat parasmu, meski tak cukup jelas. Garis wajah yang teduh, tak menampakkan sikap angkuh sekilas kutemukan di sana. Aku tersenyum tipis. Hatiku menggumam kala itu. "Seperti apa orangnya yah?"

Mataku kemudian mulai menyapa dalam tatap nyata. Temu yang sebenar-benarnya temu. Aku melihatmu secara langsung. Tanpa tirai, tanpa sekat, tanpa halang bayangan. Sosok perempuan berkerudung hitam, berkulit sawo matang namun cenderung putih dan bersih. Kupandangi beberapa lama, kubiarkan anganku beranak asa dalam semesta pikir. "Sama, masih tetap sama. Seperti di foto" batinku. Baju biru tua dan rok panjang hitam membuatmu terlihat apa adanya. Tak ada senyum maupun tawa, hanya diam yang bersandar di wajah. Lekat, kutatap rapat bersela jauh jarak. Kala itu aku mendekap doa dalam hati, "Semoga aku bisa mengenalnya nanti.".

Setahun berjalan, sesap, aku mencuri pandang di balik pundak teman. Sekedar melepas rindu akan rasa yang tak pernah dimengerti. Ini candu. Hingga akhirnya doaku terjamah. Sapa memperkenalkan kita. Waktu itu kita sedang rapat, entah tentang apa. Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Dalam ruang yang cukup luas itu namun sesak karena penuh nyawa, kamu berdiri, melangkah menuju pintu. Entah karena apa, lisanku berkata.

"Mau kemana? Kok cepet banget pulang?" tanyaku dengan nada melarang tapi diselingi senyum jua. 
"Iya kak, datang jemputanku." jawabmu dengan senyum kikuk. 
"Emangnya siapa yang jemput? Rapat belum selesai nih." tahanku.
"Ada bapakku kak." jawabmu, senyummu sopan.
Sejenak aku berpikir. "Oooo." sahutku dengan wajah serius.
"Kalau begitu salam buat bapak yah." ledekku. Kuselipkan senyum padamu. Kamu tersenyum. Sedikit tergesa kamu pakai sepatu flat itu. Sedikit berlari, lalu berlalu. Senyummu belum hilang.

Semenjak itu aku jarang bersapa denganmu. Mungkin karena kesibukan kuliah dan praktek yang membuat lupa atau sekedar suratan yang belum menyatakan kesempatan. Tetapi aku tetap bersyukur. Walau tanpa sapa, aku tetap senang saat menemukanmu tersenyum di tengah teman-temanmu. Senang menemukanmu, saat kamu tertawa oleh celoteh lelucon sahabatmu. Senang menemukanmu, saat seolah berbisik dengan para perempuan di sampingmu.

Hingga tanggal 31 Agustus 2013 semua jelas begini adanya. Barulah aku sadar, aku tak hanya sekedar kagum padamu. Lagi, takdir mempertemukan kita dalam sebuah acara halal bi halal. Malam itu, mataku malu. Kamu cantik sekali. Lebih cantik dari yang tercantik. Meski dalam bisu, aku merasa bahagia. Seakan memberi makan rindu yang tengah kelaparan, aku tak bisa berhenti melihatmu. Tepat di belakangmu, dua kursi ke kanan, aku disana membunuh rindu, sendiri. Menggila sendiri, tak bisa ditahan. Kupinjam android temanku, kutuliskan perasaanku lewat akun twitterku.


D...

Aku menyukai kesederhanaanmu, kala dulu. Namun kini, aku mencintai keanggunanmu. Entah mengapa berganti. Mungkin karena mereka sebenarnya sama, kamu. Kini, bermacam warna kerudung menghiasi parasmu. Tak jarang juga aneka warna pasmina memperindah mahkotamu. Kamu tampak lebih dewasa dan memukau. Pesonamu, aku tenggelam di sana dalam-dalam.

Lewat surat ini aku ingin mengaku bahwa aku telah jatuh hati padamu. Hatiku telah tertambat di setiap bayangan senyummu, di setiap jejak langkah kepergianmu yang sering kuperhatikan. Karena itu izinkanlah aku berterima kasih. Kehadiranmu sungguh bermakna dalam hidupku. Walau hanya berteman diam, bersanding sepi, tanpa aksara maupun kata yang terucap, aku tetap memuji Sang Ilahi, bersyukur.

Kamu telah membuatku membuka mata. Membangunkanku dari tidur lama yang kerap buta rasa dan dunia. Kehadiranmu sekali lagi membuatku menikmati indah kata sakral cinta. Membuatku kembali tahu bagaimana merasa rindu bahkan sebelum mencinta. Membuatku kembali sadar arti cinta yang sebenarnya, pembeda antara makna rasa dengan nafsu belaka.

Terima kasih D...
Aku mencintaimu.


Salam rindu yang paling hangat,
Dari yang diam-diam mencintaimu.

Read full post »

Minggu, 01 Desember 2013

Resensi - 12 Menit

0 komentar

Judul : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Terbit : Mei 2013
Halaman : 348 hlm
ISBN : 978-602-7816-33-6

SINOPSIS 

Elaine, sang pemain biola, yakin bahwa musik adalah segala-galanya. Namun ayahnya menentang, menganggapnya sia-sia.

Tara, berusaha menguasai nada-nada snare drum meski memiliki keterbatasan pendengaran. 
Tetapi luka masa lalunya terus menghantui.

Lahang, di tengah deritanya, berusaha memenuhi janji pada sang ayah. 
Namun dilema membuatnya ragu melangkah.

Rene bermimpi membawa mereka, tim marching band yang dilatihnya, menjadi juara.
Meskipun mereka hanya datang dari sebuah kota di pelosok negeri. 
Meskipun orang lain menganggap itu mustahil.

Mereka berlatih ribuan jam hanya demi 12 menit penentuan. Mereka bertekad membuktikan pada dunia. Bahwa mimpi harus kau percayai agar terwujud. Dreaming is believing. Dan bersama-sama mereka akan menyerukan, Vincero!

*****

Terkadang kita sebagai manusia perlu sejenak berpikir bahwa memang hidup itu adalah sebuah perjuangan. Perjuangan akan mimpi dan tujuan. Namun, beberapa manusia banyak yang lupa dengan hal itu. Sebagian dari mereka terkadang berhenti di tengah jalan. Sebagian berhenti bahkan sesaat kemenangan sebenarnya ada di depan mata. Dan, sebagian berhenti memperjuangkan hidup dan mimpi bahkan sebelum memulainya. Miris, namun itulah kenyataan. Tetapi, pernahkah kita berpikir untuk apa kita memperjuangkan hidup dan mimpi? Untuk siapa? Apakah kita punya alasan untuk memperjuangkan itu semua?

"Dalam dua belas minggu ke depan, kita akan habiskan ratusan jam, siang, dan malam, demi dua belas menit. Dua belas menit di Istora nanti." ..."Dua belas menit ini yang akan menentukan apakah kita akan juara. Dua belas menit ini yang menentukan apa yang akan kita kenang seumur hidup." (hlm. 83)

12 Menit menceritakan tentang perjuangan keras Marching Band Bontang Pupuk Kaltim demi meraih kemenangan dalam ajang Nasional Grand Prix Marching Band (GPMB). Sebuah perjuangan yang sangat besar dimana seluruh latihan selama ratusan bahkan ribuan jam dipertaruhkan hanya dua belas menit penampilan. Tak disangka, banyak pengorbanan, tetes keringat, peluh, resah, masalah, bahkan air mata demi dua belas menit yang akan mengubah segalanya. Oka Aurora menggambarkan secara memukau namun sederhana bagaimana kerja keras itu berusaha menggapai impiannya.

Rene, seorang mantan pemain Marching Band Phantom Regiment yang memiliki kemampuan dan pengalaman skala internasional. Bukan hanya sebutan, kemampuannya nyata dan diakui setelah kepulangannya dari Amerika, ia langsung membawa sebuah marching band di Jakarta menjadi juara GPMB selama tiga tahun berturut-turut. Kemampuan luar biasa ini membuat sebuah perusahaan besar meminta dirinya untuk melatih Marching Band Bontang Pupuk Kaltim.

Bagi diri Rene, melatih sebuah marching band sudah menjadi layaknya rutinitas biasa baginya. Namun, saat ia bertemu dengan anak-anak Bontang, ia terhenyak. Ia berpikir bahwa masalah terbesar mengajari anak-anak Bontang bukan terletak pada kemampuan teknik bermain musik, tapi terletak pada kepercayaan diri, mental mereka. Rene sempat ragu pada dirinya. Rene merasa anak-anak ini punya potensi yang sama dengan anak-anak Jakarta, bahkan mungkin lebih. Namun, anak-anak Bontang tidak sadar akan hal itu. Anak-anak itu selalu merasa tidak percaya diri, merasa "kecil" karena berasal dari kota kecil.

Masalah yang dihadapi Rene, tidak sampai disitu. Selain memperbaiki teknik bermain marching band dan memberikan motivasi bahwa siapa saja bisa jadi juara, ia dihadapkan juga pada berbagai masalah. Mulai dari kehilangan anggota tim inti sampai masalah pribadi anggotanya yang membuatnya mau tak mau ikut terlibat di dalamnya. Hal ini dilakukannya semata-mata demi membawa mereka menjadi juara.

Tara, remaja berkerudung yang sangat menyukai musik terutama bermain drum. Sejak kecil ia banyak memperoleh prestasi dari kesukaannya itu. Tetapi, semua berubah sejak kecelakaan yang menewaskan ayahnya. Ia trauma. Tara merasa bahwa ia yang menyebabkan kecelakaan tersebut. Akibat kecelakaan itu kemampuan mendengarnya berkurang, tinggal sekitar sepuluh persen saja. Akibat kecelakaan itu pula ia kehilangan kepercayaan diri, kehilangan kemampuan bermain drumnya. Kepergian ibunya ke luar negeri untuk kuliah juga memperberat bebannya. Satu-satunya yang diharap sebagai tempat bergantung dari mimpi buruknya hilang. Opa dan oma-nya lah yang senantiasa setia menghibur Tara. Ketika bersekolah kembali, ia mengenal Marching Band Bontang Pupuk Kaltim. Semangatnya kembali, tetapi kenangan masa lalunya masih menghantui. Didikan keras dari Rene, sempat membuat Tara goyah. Ia hampir menyerah.

Elaine, remaja berdarah Indonesia-Jepang ini terlahir dengan kejaiban. Cantik, pintar, berprestasi, dan berkemampuan musik yang tinggi. Elaine sangat mencintai musik dan itu adalah segala-galanya bagi dirinya. Namun, ayahnya tak mendukung bakatnya. Ayahnya, Josuke, menginginkan Elaine menjadi ilmuwan. Josuke berpikir bahwa musik hanyalah hura-hura. Dilema terjadi saat Elaine terpilih menjadi field commander. Josuke melarang keras Elaine ikut marching band lagi, terlebih saat Elaine membatalkan mengikuti Olimpiade Fisika demi GPMB.

Lahang, anak seorang pemuka suku Dayak yang hidup serba kekurangan. Meski hidup dengan serba kekurangan, tak pernah mengurangi semangatnya dalam latihan marching band. Hal itu terlihat dari gigihnya menempuh perjalanan yang jauh dan penuh bahaya, masuk hutan, demi mengikuti latihan tiga kali seminggu di stadion. Karena ia memiliki tujuan melihat Monas sebagai pencapaian mimpinya dan juga sekaligus mimpi almarhum ibunya. Tetapi, Lahang ragu ketika ayahnya jatuh sakit. Ia dilema. Di satu sisi ia tak ingin meninggalkan ayahnya yang sakit, ia tak ingin melepas kepergian ayahnya tanpa ada di sisi beliau. Di lain sisi ia juga bimbang terhadap janjinya pada ayahnya untuk terus hidup dan menggapai mimpinya.

12 Menit merupakan cerita yang luar biasa. Novel ini patut diberikan acungan jempol. Plot cerita dibangun dengan kuat dan rapi. Alur cerita adalah alur maju mundur, tetapi berhasil disajikan oleh penulis sehingga terkesan mengalir. Hal ini membuat pembaca merasa penasaran untuk terus membaca dari satu halaman ke halaman selanjutnya. Pemakaian diksi yang tepat dan sederhana benar-benar mengimbangi tata bahasa dalam novel yang banyak menyinggung istilah-istilah marching band ini.

Dari segi cover, novel ini cukup menarik. Paduan warna biru yang dominan, gambar sebuah lemari kayu dan tulisan "12 MENIT" cukup membuat para penikmat novel pastinya bertanya-tanya tentang kisah yang ada di dalamnya. Jika saya tidak membaca endorsement dan sinopsisnya mungkin saya tidak tahu jika novel ini termasuk kategori novel inspirasi. Huruf yang dipakai dalam novel ini juga baik, sangat jelas, tidak memberi kesan jenuh walaupun novel ini sebenarnya cukup tebal untuk dibaca.

Novel ini mengambil latar Bontang, Kalimantan Timur. Di dalamnya juga terdapat penggambaran beberapa budaya lokal setempat seperti ritual Bemeliatn yang diyakini oleh suku Dayak dapat mengusir roh jahat yang bersemayam pada orang sakit. Penggambaran detail dan tokoh yang ada dalam novel tidak terlalu mencolok. Penulis seakan menggambarkannya dengan sederhana sehingga menimbulkan kesan yang apa adanya.

Kelebihan lainnya dari novel terbitan Noura ini yaitu tidak ditemukan typo ataupun kesalahan penulisan. Kalaupun ada, itu mungkin hanya satu seperti dua kata yang berdempet. Lewat novel ini, penulis juga memperkenalkan berbagai istilah dalam marching band, seperti cadet band, brass, battery, color guards, dan lain sebagainya. Cukup sulit memang memahaminya terlebih lagi untuk sebuah novel yang terkadang pembaca tidak ingin dipusingkan dengan istilah-istilah yang terlalu tinggi. Tetapi penulis sadar hal itu. Oleh karenanya ia sengaja menempatkan glosarium dalam novel ini.

Based true story, membuat novel ini terlihat nyata dan dinilai sangat cocok untuk dijadikan pelajaran. Bersama dengan penyampaian detail karakter dari tokoh dalam cerita membuat novel ini terkesan natural. Konflik yang ditimbulkan penulis dalam novel lebih banyak mengarah pada konflik internal (diri sendiri). Hal ini menguatkan bahwa penulis ingin membuat penikmat ceritanya memahami bahwa perjuangan yang paling sulit dlam hidup manusia adalah mengalahkan diri sendiri.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah bangsa sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri." ( QS Al Ra'd [13] : 11 )

Kutipan atau kata-kata mutiara adalah jiwa dari sebuah novel inspirasi. Oka Aurora paham sekali hal ini. Hal ini terlihat dengan banyaknya kata-kata mutiara dan kutipan menarik yang bertaburan di tiap lembar halaman novel ini. Beberapa kutipan menarik itu antara lain.

"Jangan pernah berhenti membuat keajaiban." (hlm 18)
"Anak-anak dari kota kecil juga bisa melakukan sesuatu yang besar." (hlm. 62)
"Berapa pun waktu yang diberikan tak seharusnya dihabiskan dengan ketakutan. Karena ketakutan tak kan pernah menyambung hidupmu. Yang akan menyambung hidupmu, hanya keberanian." (hlm. 104)
"Think like a champion. And fight like a champion." (hlm. 309)

Emosi pada beberapa bagian novel terasa sangat nyata walaupun bahasa yang digunakan penulis sederhana. Alhasil pada beberapa moment yang terjadi, imaji saya berasa mengawang membayangkan seperti apa adegan film 12 Menit ini. Untuk sebuah novel, ini adalah karya yang megah. Bagaimana tidak, penulis cukup apik menggabungkan beberapa kisah tokoh dalam cerita bernuansa inspiratif menjadi kesatupaduan, dan itu bukanlah hal yang mudah.

Akan tetapi, di satu sisi hal itu terlihat seperti kelemahan. Karena diadaptasi dari sebuah skenario film, sepertinya penulis kurang dapat memadukan berbagai kisah tokoh di beberapa bagian novel secara menyeluruh. Akibatnya pada beberapa bagian, novel terasa seperti potongan puzzle, "kotak-kotak". Tetapi, hal ini dapat ditutupi dengan keahlian penulis memainkan konflik dan penempatan anti klimaks dalam cerita yang membuat cerita lebih menyentuh.

Sebagai sebuah novel perdana, novel ini sangat luar biasa. Sebuah novel yang berkisah tentang kerasnya perjuagan dan bagaimana konsistensi kita melewati rintangan demi mencapai mimpi, novel 12 Menit cocok jika disandingkan dengan beberapa novel inspirasi lainnnya seperti Sang Pemimpi dan Sepatu Dahlan.

Akhir kata, bagi anda yang percaya bahwa tak ada yang lebih mempesona dari perjuagan menggapai mimpi, novel 12 Menit ini sangat layak memperoleh tempat di jejeran koleksi buku pribadi anda. Oka hanya menceritakan salah satu contohnya. Dan bagi anda mantan pemain marching band, silahkan flash back kisah anda dalam novel ini. Mungkin anda menemukan "kisah anda" di dalam sana.

Perjuangan terberat dalam hidup manusua adalah perjuagan mengalahkan diri sendiri. Buku ini adalah bagi semua yang memenangkannya.

4,5 of 5 star for 12 Menit by Oka Aurora.






Read full post »
 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger