Rabu, 11 September 2013

Karena Senyuman

0 komentar
...
"Entah mengapa pagi ini jadi begitu indah. Mungkin karena senyummu adalah sebuah hal paling bermakna dalam hidupku."

***

"Huuuuufffffft" hembusan nafasku kali ini mungkin terdengar kesal.
Kulihat layar handphoneku sekali lagi.
"Aduuuh, sial amat sih! Ngapain juga gua yang disuruh urus surat sih?!" logat Jakarta keluar dari mulutku jika aku sedang badmood.
Kulempar HP itu ke kasur. Sedikit kubanting sepertinya.
Tak lama kemudian.
"Drrrrrtttttt, drrrrrtttttt" handphoneku bergetar kembali.
Sejenak aku sedikit malas mengambil kembali handphone itu sejak kulempar kesal.
Tapi, lekat-lekat rasa penasaranku menyeruak.
"Jangan-jangan sms dari mama! Dia kan mesti tau kalau uang bulananku udah menipis." sergahku cepat.
Kuambil cepat handphone jadul itu. Kulihat di layarnya. 1 message

Masbroooo, jangan lupa yah. Nanti sebelum ke rumah sakit, singgah dulu di kampus. Ambil surat sama Kak Tifah di admin. Ok? Tolong yah.

Pengirim: Dian

"SIIIAAAALLLLL!!!" teriakku.
"Males banget gua!"
"Kan gua bukan KETUA!!" marahku seorang diri.

Kubuyarkan pandangan ke dinding kamar kost ku yang berukuran 3 kali 3 ini. Kulihat jam dinding di salah satu sisi. Jam setengah delapan rupanya. Kubuka kaos hitam yang kupakai tidur tadi malam. Setengah telanjang, kulangkahkan kakiku ke tempat jemuran. Kuambil handuk. Seraya melilitkan di pinggangku, aku berpikir sejenak.

"Haaaahhhh" desahku.
"Semoga abis mandi mood jadi rada enakan." gumamku dalam hati.

----------

Pukul 7.45 WITA. Cepat juga aku mandi ya. Dengan sedikit tergesa kucari-cari pakaian yang cocok untuk kupakai hari ini. Celana kain, oke. Kemeja lengan panjang, oke. Seeett, seeeettt. tak begitu lama, akupun telah rapi. Kuselempangkan tas di bahu kiriku. Sejenak aku memeriksa.

"Ada yang kelupaan gak yah?" tanyaku sendiri.
Cek per cek...
"Jas, ada. Laporan, ada. Note sama pulpen, ada." rogohku ke dalam tas memastikan.
"Eh, ID Card ada gak yah?"
Kutelusupkan tanganku lebih dalam.
"Lho? Kok gak ada sih?" cemasku muncul.
Tapi...
"Alhamdulillah, ternyata udah nyantol di jas, hahaha."

----------

PERFECT. Sekarang aku terjebak macet. Perasaan pastinya sudah gak karuan. Kalau ada yang namanya telur dadar yang dibuat dengan cara dikocok, mood ku pagi ini mungkin telur dadar yang dibuat dengan cara diaduk, banting, injak, serta dilempar-lempar. Pikiran mumet ruet. Kualihkan pandangan mencari hal-hal yang bisa sejenak melupakanku dengan kekesalan yang gak penting ini. Lihat ke kanan. Lihat ke kiri. Nihil. Hanya rentetan mobil yang menunggu giliran untuk maju dan beberapa pengendara sepeda motor yang sama sialnya seperti diriku. 

Masih bertengger di atas motor mio kesayanganku ini, kutarik keluar handphoneku. Pukul 08.15 WITA. BAGUS! Terlambat ini namanya. Disaat genting gini, berpacu dengan waktu, eh, ternyata keadaan yang gak mendukung. Gini deh jadinya. Aku mencoba berdiri sesekali di atas motor sambil tetap mempertahankan keseimbangannya.

"Aduuuhhh, goblok banget gua! Ada wisuda hari ini. Napa gua make milih jalan ini tadi yak..." sesalku lirih.

Barulah 30 menit kemudian aku bisa keluar dari kemacetan itu. Dengan sedikit berlari, kunaiki tangga menuju lantai tiga, tempat bagian administrasi jurusanku berada. Kulihat dua sosok separuh baya sedang berdiri di depan admin. Kusipitkan mataku seakan berusaha memperbaiki fokus mataku ini. Ternyata itu adalah Pak De' dan Pak Makmur.

"Pak De', stase di bagian mana sekarang?" sapaku pada pria paruh baya yang sebenarnya tentara ini.
"Kardio. Kamu dimana?" sapanya kembali.
"Aku di Interna pak. Sudah ada Kak Atifah?" tanyaku kembali.
"Belum ada tuh, tadi aku udah telpon ke HP nya tapi dia bilang baru berangkat." jawab sosok pria yang kadang saya panggil kakak juga sih.
"Ternyata..." keluhku kemudian. "Pak De' lagi urus surat kan? 
"Iya, semua kelompok sepertinya belum ada suratnya untuk masuk ke bagian stasenya masing-masing." jawabnya sembari mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

Syukurlah. Paling tidak aku bersyukur ada Pak De' disini sebagai teman ngobrol. Asyik mengobrol tak terasa moodku rada enakan. Memang Pak De' ini walaupun sudah memiliki anak tiga tapi tetap saja enak dan nyambung kalau diajak ngobrol dengan orang-orang yang lebih muda darinya. Tak terasa, sudah lima belas menit berbincang dengannya. Asyik juga yah ternyata.

Sembari mengobrol, pikiranku tiba-tiba tak lagi fokus. Pandanganku teralih pada sosok yang sedang berjalan menuju ruang praktek. Kucoba memperjelas. Tidak bisa. Akhirnya aku hanya bisa kutatap lekat-lekat meski dari kejauhan. Jilbab biru tua. Sepertinya dibentuk seperti hijab. Aku mungkin tak terlalu tahu sih. Kemeja lengan panjang dengan warna yang senada dibalut dengan rok warna hitam dengan taburan warna kuning yang menyamping. Cara berjalannya menawan. Belum sempat aku menelisik lebih jauh, sosok itu berbelok dan hilang di balik pintu.

Tak cukup lama, sosok itu datang kembali ke arahku. Jarak 5 meter barulah aku agak mendapatkan gambaran. Kemeja lengan panjang dari bahan blue jins, dipadu dengan balutan rok dari bahan linen dengan motif bunga menyamping berwarna kuning. Ada renda seperti benang-bengang tipis yang menjuntai ke bawah yang semakin mempercantik si pemakainya. Kuturunkan pandanganku sedikit, kulihat kaos kaki putih menyelimuti kakinya ditemani dengan sepasang sepatu flat warna abu-abu yang mengkilap. Cocok sekali dengan kakinya.

Kali ini kualihkan pandanganku ke wajahnya kali ini. Detak jantungku tiba-tiba menguat. Aku kenal wajah ini. Entah sejak kapan senyuman itu dibentuk dari bibirnya. Dan entah sejak kapan pula pandangan bola matanya beradu denganku. Ia tersenyum, teduh. Berjalan dengan anggun dibalut pakaian kasual seperti itu tapi tetap tertutup. Sungguh menawan. Kubalas senyumannya dengan rekahan dan tatapan yang sama. Berharap ia pun merasa seperti yang kurasa. Kemudian berlalu.

Sejurus aku tahu ternyata ia keluar dari kelasnya dengan tujuan mengambil kursi di bagian administrasi. Ia menentengnya separuh berlari. Entah tergesa karena apa. Walau ia tak melihat, aku tetap memberinya senyuman. Berharap hatinya dapat menduga aku berlaku demikian. Aku pun berharap jua hatinya tersenyum membalas. Seketika semua kekesalanku pagi itu sirna. Semua lenyap dan terganti dengan kerinduan. Kapan lagi aku dapat berjumpa dengannya...Perempuan pagi pemberi senyum. :)

***
Read full post »
 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger