Selasa, 24 Desember 2013

Cerita di Sebuah Pagi

Credit

Pada embun yang menyapa jendela
pada tanah-tanah basah di pagi buta
aku bersyukur pada pencipta semesta
nafasku belum pergi kemana-mana

Hari ini aku bersyukur pada pencipta semesta, nafasku masih bersarang dalam raga. Tiada nikmat terindah dari sang pencipta selain masih diberi kesempatan untuk selalu memperbaiki diri. Hanya mungkin aku yang tak tahu diri. Terkadang lupa jika semua akan dimintai pertanggungjawaban nanti. Astaghfirullah.

Pagi ini saya terbangun dengan ketenangan dan penasaran silih berganti. Entah karena sebuah mimpi yang kusambangi malam tadi. Entah pula karena aku tak tahu apa tafsiran sebuah mimpi. Aku tak tahu pasti. Tetapi aku tetap bersyukur masih diberikan ketenangan dalam pembukaan pertama mataku ini, setelah sekian jam aku "mati".

Hujan awet masih mengguyur rumah. Rona wajahku pun berubah. Dingin yang serta merta merasuk pori-pori raga justru tidak membuatku melontarkan keluh puah. Aku bersyukur, tunduk dan patuh. Berkontemplasi diri bahwa aku tidak sekedar apa-apa dari kekuatan miliknya yang melimpah ruah.

Pagi ini membuatku hatiku senantiasa dikawal tenteram. Aku menemukan sosok perempuan yang mengenakan "rok hitam". Saat itu kalbu bertasbih serta merta, tak menyangka bahwa dunia ini lebih indah dan jauh dari kelam. Ia sangat pandai melukis aksara dan membuatnya indah serupa bermakna dalam. Tak hanya melukis, sepertinya ia pandai menyulam. Membuat rindu dan beribu kata hati menjadi pakaian hangat, serupa tangan sepasang kekasih yang saling menggenggam.

Ah, entah mengapa aku merasa jengah sendiri. Meratapi diri yang sebenarnya tak punya arti dibanding beragamnya dunia ini. Aku berpikir, mengukir sebuah tanya pasti. Bagaimana bisa perempuan sekilau ini? Menyimpan banyak misteri. Tak hanya dalam hati, bahkan pada tampilan sederhana diri. Subhanallah. Aku kagum pada sosok perempuan ini, pemilik kekata paling puisi.

Terima kasih Tuhan, Engkau hadiahkan pertemuan ini. Aku berjanji akan belajar seraya menikmati. Melihat dunia lewat megahnya kesederhanaan sajak-sajak hati. Ukiran kekata merdu milik perempuan ini.

Makassar, 24 Desember 2013

2 komentar:

  1. Tutur katamu juga indah, sama seperti dia. Selamat tenggelam dan berpelesir mimpi :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pujiannya. Tiada yang lebih indah dari keindahan itu sendiri. Kata-kata hanya bisa membingkainya dalam batas aksara dan makna. Aku hanya media yang tak berarti apa-apa. Salam kenal :)

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung, kasi komentar, saran, atau kritik yah :)

 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger