Sabtu, 12 April 2014

Surat, Rinduku Bercerita. Sebuah Cerita yang Sebenarnya (1)

Dear, Ziy

Maaf aku tak bisa menepati janji. Tak bisa secepat mungkin membuat merpati balasan dari merpatimu yang datang di jendelaku. Tak bisa jua merangkai bunga rindu dari sajak-sajak yang saling mencinta, yang digoreskan tinta kita. Tak pernahkah kalau kamu berpikir bahwa kiranya kita adalah sepasang gelombang di lautan, mengombak bersama namun tak pernah sampai ke tepian?

Puan, kamu adalah sahabat yang paling aku sayang. Sedemikian sayang dan sedemikian dalam, sampai suatu ketika aku tak bisa terlepas darimu. Aku erat dipeluk kata-katamu dalam sebuah mahligai yang aku tak tahu apa. Di sana, aku menikmati semua sajian rindu dan senja kesukaanku hingga aku membuat keputusan yang aku tak pernah sangka. Aku tak ingin pergi dari sana.

Ziy, kamu telah salah sangka menilaiku. Aku sangat senang bermain makna, bermetafora, bahkan bercinta dengan aksara-aksara sucimu. Hanya saja semakin aku menikmati semua itu aku semakin letih. Aku semakin sakit. Sangat sakit, disini. Di hati.

Sesungguhnya itu semua bukan salahmu. Ini adalah kesalahan aku, murni kesalahan hatiku. Maka biarkan aku menyeka kesedihan dari raut wajahmu yang cantik itu. Izinkanlah aku untuk merapikan kembali satu per satu pesona yang selalu ditawarkan bulu matamu. Dan izinkanlah aku menulis ulang puisi dan prosa di bibir merah mudamu itu.

Jika kamu menilai bahwa kitalah makna dari sajak "Kau dan aku, sungguh sapaan itu begitu bisu" maka kamu telah salah memberi arti. Dengarkanlah cerita di balik semua kesalahpahaman ini. Ini semua tentang rindu yang begitu dalam, rindu yang begitu legam, rindu diam-diam.

Salam hangat,
Nurman

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, kasi komentar, saran, atau kritik yah :)

 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger