Kamis, 02 Januari 2014

Ketika Kita Mulai Saling Menyapa dengan Sajak-Sajak Sederhana

Credits

Senja hari dipeluk hujan. Aku termenung di depan layar putih. Iya, udara yang dingin membuatku betah berlama-lama di tempat tidur. Sehari itu aku habiskan dengan membaca dan berselancar di dunia maya. "Ah, memang tak ada teman sejati hari ini selain laptop hitam kesayanganku" gumamku pelan. Kutatap jendela kamar, lekat-lekat kuperhatikan embun hujan disana. Tiba-tiba aku berpikir. Sepertinya bagus jika aku berkicau tentang apa saja yang aku rasakan hari ini. Perihal kegundahan hati maupun kebahagiaan yang sepi.

Kubuka akun twitterku. Kutuliskan beberapa kalimat, entah itu sajak atau hanya gumaman lewat saja. 
Terima kasih, sudah membuatku jatuh ke dalam. 
Masih merindukan moment-moment kala aku duduk di samping jendela, menatapmu yang kian berlalu dari kereta.  
Karena tak mudah menyimpan cinta dalam diam dan mencintaimu hanya dengan sebuah tulisan. 
Ketika masa lalu mulai memasung waktu di dada, aku terdiam. Antara mati atau menusuk mata.
Tapi, hal yang tak terduga terjadi. Ada salah satu akun yang me-reply tweetku tersebut. Aduh, sejenak aku minder dan malu. Bagaimana tidak, ketika kulihat ava-nya, ia seorang perempuan berparas cantik. Ragu-ragu, mataku mulai penasaran mencari. Siapa sih perempuan ini? Deg! Aku kaget, untungnya tak sampai mental ke dinding. Ternyata ia berasal Bandung dan ia seorang penulis! Antara gembira dan bimbang. Gembira karena ada penulis yang me-reply tweetku, bimbang karena tak tahu mau membalas tweetnya dengan kata-kata apa. Iya, kebimbangan timbul karena kelebihan dirinya yang sebagai penulis itu.

Pelan-pelan kuatur napas. Menghembuskannya pelan diselingi dengan harap. Semoga semesta ide memilihku untuk menuliskannya. Alhasil, bak seorang laki-laki dingin yang kelihatannya keren (padahal tidak) terjadilah percakapan sederhana di antara kita.

@gubukteduh: 
Ketika masa lalu mulai memasung waktu di dada, aku terdiam. Antara mati atau menusuk mata.
*tak lama kemudian*

@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Ketika masa lalu berkelakar dengan cinta, aku membisu. Antara koma atau atau berperan ambigu.
@gubukteduh → @Agyasaziya_R
Ah, tak lain sama, seperti itu. Sekadar mengambil waktu untuk mengaku. Kamu dan masa lalu, ialah cintaku, dulu.
@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Aku masih di tempat itu, dimana dirimu dan remah-remah kenangan yang kupinjamkan, masih ada tanpa sembilu.
@gubukteduh → @Agyasaziya_R
Tak pernah kukira itulah kenyataan. Ketika kuputuskan mengantar pergi kenangan, meninggalkan. Maafkan aku kesayangan.
@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Kenangan masih di rantai mimpi. Mimpi yang kau rajut dengan pola filosofi...tapi tanpa aku, yang kau ajari bagaimana menjejak dan berdiri.
@gubukteduh → @Agyasaziya_R
Kini...aku tahu tafsir mimpi tadi malam. Ketika kamu datang mengenakan kerudung hitam. Berkilau, namun terpejam.
@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Ahh, lama sekali dirimu sadar. Aku selalu datang setiap malam. Melihatmu dari jendela, menginginkanmu seperti tafsir satu rindu.
@gubukteduh → @Agyasaziya_R
Biarkan seperti itu. Kini kita tak mungkin bersatu, melawan waktu. Aku hanya bisa merajut rindumu, memakainya sebagai baju.
@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Aku tahu. Tapi hela napas ini masih ingin sependapat dengan hati. Kamu...milikku, meski harus kuserahkan pada masa lalu.
@gubukteduh → @Agyasaziya_R
Dekaplah dirimu kuat dengan keikhlasan. Perlahan, kamu akan melangkah menuju kebahagiaan. Aku akan mengantarkan, melambaikan tangan.
@Agyasaziya_R → @gubukteduh
Coba saja kau lepaskan aku, tunggu sampai satu belati merebut urat nadimu

---The End---

Setelah tweet darinya itu, aku menutup percakapan dengan kata "The End". Tak kusangka ia membalasnya dengan tawa dan canda ("hahaha the end mulu ah"). Sejenak aku membayang. Dirinya lucu, penuh tawa dan keceriaan. Aku sebenarnya penasaran, hehe. Terima kasih kak @Agyasaziya_R atas kesediaannya menyapa diriku ini yang tak sekadar tumpukan kata-kata usang. Kata-kata kakak seperti mata air yang melepaskan kedahagaan, kesederhanaan yang selalu memberikan manfaat dan kehidupan. Terima kasih telah menyisipkan sedikitnya ruh pada sajak sederhana. Membuat mereka tak hanya indah dibaca mata tapi hidup sebagai sebuah kisah. Salam yang paling sopan kuberikan dengan tulus dari palung jiwa yang paling dalam. Kepada perempuan indah pemilik dekap kata paling setia. Apa mungkin di kehidupan mendatang kita dan kata-kata bisa menjadi sebuah cerita?


Makassar, 31 Desember 2013

8 komentar:

  1. Aaaaarghh...ini...ini...#nangis terharu sambil peluk tiang listrik#.

    Guess what? Tulisan di atas layak berada satu posisi dengan mesin kejut di unit gawat darurat sebuah rumah sakit. Bikin aku kaget. Hihihi. Aku cukup terperangah karena ada seseorang yang capek-capek merekatkan namaku di ruang kerja pribadinya yang berbentuk blog ini. Kulihat, balasanku tentang twitmu sama sekali bukan kata-kata sastra. Aku malah belum sempat berpikir ketka menulisnya. Jemariku bertindak sendiri, agak lancang juga sedikit gombal tapi untunglah pemilik twitnya suka. Hehe. Tapi ini keren. Makasih ya..semoga persahabatan ini dapat terjalin seperti semangkuk salad buah dengan lelehan yoghurt di atasnya. Segar, sehat, penuh warna dan pastinya bermanfaat. Amiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kekaguman dan rasa terima kasih seharusnya berasal dari diriku. Awalnya tak menyangka, seorang penulis mau sekedar menyapa orang-orang di bawah radar seperti diriku, hihihi.

      Aamiin. Salam takzim :)

      Hapus
    2. Ha? Di bawah radar? Masih mending atuh...aku di bawah tumpukan cucian kotor nih. Iyuuuhhh #akibat malas nyuci#. Aku masih penulis amatiran banget, istilahnya, masih belajar merangkak. Inget, merangkak loh ya bukan ngesot. Hehehe. Sajak-sajak yang kamu tuangkan lewat twit tuh keren-keren...menantang, dan asik untuk dibalas. Hehe

      Hapus
    3. Hehehe, kk bisa aja nih. Saya juga masih belajar dengan yang namanya sajak. Belum lama berkenalan dengannya. Duh, terima kasih pujiannya kak. Saya gak tahu mau ngomong apa lagi, terima kasih, terima kasih.
      *salim*

      Hapus
    4. Sama-sama..makasih juga yaaaa

      Hapus
  2. Wah keren nih kolaborasi puisinya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, terima kasih kak Dina atas pujian dan kesediaannya untuk mampir di rumah sunyi saya. Saya masih amatiran kak :)

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung, kasi komentar, saran, atau kritik yah :)

 

Copyright © Garis Satu Kata Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger